Widget HTML #1

Sanksi dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2021

 Sanksi-dalam-Perpres-Nomor-14-Tahun-2021 

Presiden Jokowi telah menandatangani Perpres Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease. Perpres tersebut ditandatangani pada 9 Februari 2021.

Dalam Perpres Nomor 14/2021 itu diatur pula sanksi administratif bagi mereka yang menolak divaksin Covid-19. Seperti apa rincian sanksi bagi penolak vaksin?  

Ketentuan mengenai berbagai sanksi bagi penolak vaksin tercantum dalam Pasal 13A dalam Perpres tersebut. Pasal itu menyebutkan, setiap orang yang ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid-19 berdasarkan pendataan wajib mengikuti vaksinasi Covid-19. Dikecualikan dari kewajiban tersebut yakni bagi sasaran penerima vaksin yang tidak memenuhi kriteria sesuai indikasi vaksin Covid-19 yang tersedia.

Mereka yang ditetapkan sebagai penerima vaksin Covid-19 tetapi tidak mengikuti vaksinasi bisa mendapatkan sanksi berupa:

  • Penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial
  • Penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan dan atau
  • Denda

Pengenaan sanksi administratif tersebut dilakukan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah atau badan sesuai kewenangannya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, sanksi administratif yang ada dalam peraturan tersebut adalah langkah terakhir. "Itu (sanksi administratif) langkah-langkah terakhir. Jadi bukan hanya untuk kepentingan pribadi atau individu, tapi kepentingan masyarakat bersama," kata Nadia.

Nadia menjelaskan, pemerintah lebih mengutamakan pemberian edukasi kepada masyarakat terkait program vaksinasi. Ia berharap, sanksi administratif tersebut jadi jalan terakhir yang tidak perlu sampai dilaksanakan karena masyarakat paham hak dan kewajibannya.

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, mengatakan, sanksi administratif kepada masyarakat yang menolak vaksinasi virus corona belum dibutuhkan. "Perlu diingat bahwa peraturan (sanksi) ini adalah opsi terakhir jika langkah persuasif tidak efektif dan menghambat secara signifikan rencana operasional vaksinasi yang mengancam pembentukan kekebalan komunitas," ujar Wiku. Menurut Wiku, pemerintah lebih mengutamakan upaya persuasif untuk mengajak warga ikut vaksinasi.

Wakil Ketua Komnas HAM Hariansyah mengatakan, dalam perspektif HAM, pembatasan HAM memang dapat dimungkinkan. Terlebih apabila kebijakan itu berkaitan dengan hak atas kesehatan dan keselamatan publik. "Sehingga setiap orang dilarang untuk menolak program vaksin dari negara karena terkait dengan kesehatan dan keselamatan orang banyak," kata Hariansyah.  

Meski demikian, menurut dia, pemerintah harus memastikan edukasi kepada masyarakat, transparansi informasi jaminan atas keamanan, dan kehalalan dari vaksin Covid-19. Pemerintah juga disarankan mengedepankan tindakan persuasif dan denda saja.

"Sanksi pidana upaya terakhir uktimum remedium setelah segala upaya persuasi dan denda atau kerja sosial telah dilakukan dan tentu bersifat sangat selektif penerapannya," kata dia.

Hariansyah menjelaskan, salah satu prinsip siracusa terkait pembatasan HAM adalah pembatasan yang dilakukan berdasarkan ketentuan undang-undang. "Sekali lagi terkait dengan sanksi pidana mengingat salah satu rekomendasi Komnas HAM kebijakan tata kelola Covid-19 oleh pemerintah yang salah satunya mendorong pengurangan jumlah hunian di lapas maka, sebaiknya diterapkan secara selektif dan bersifat pamungkas," ujar dia.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, Komnas HAM berharap, pemerintah melakukan upaya edukasi soal vaksinasi Covid-19 secara maksimal kepada masyarakat. Ia menilai, masih banyak yang belum paham manfaat vaksinasi, terutama di perdesaan.

"Namun tindakan yang lebih tegas bisa dilakukan kepada pihak yang menghalangi sosilisasi dengan cara menyebarkan berita bohong atau hoaks dengan mengambil tindakan pemberian sanksi yang lunak sampai yang lebih tegas," kata Taufan.

Di sisi lain, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menilai, ketiga sanksi yang dijatuhkan bagi penolak vaksin kurang tepat. Dia mengungkapkan, tantangan paling besar adalah membangun kesadaran terkait pentingnya vaksin.

Menurut Anam, pendekatannya bukan sanksi tetapi bisa berupa insentif. Misalnya, siapa saja yang mau divaksin akan diberi asupan tambahan gizi. Tambahan asupan gizi di masa pandemi, kata dia, akan mengokohkan ketahanan kesehatan masyarakat. Atau, bukti vaksinasi digunakan untuk memudahkan mengurus bantuan sosial. 

"Ini soal paradigma pendekatan dan perspektif kesehatan. Narasi yang dibangun adalah mengajak semua untuk kesehatan dan membangun kesehatan masyarakat," kata Anam.

Berikut dibawah ini adalah Salinan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 Tentang Pengadaan Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19):

Post a Comment for "Sanksi dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2021"