Buku tentang Literasi Finansial
Menurut laporan lembaga internasional Bank Dunia atau World Bank, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup besar pada 2017, yaitu sebesar 5,2%.
Namun, pada kenyataannya hanya sebagian kecil kelompok masyarakat yang menikmatinya sehingga kesenjangan ekonomi dan sosial semakin meluas.
Berdasarkan hasil penelitian indeks literasi finansial (keuangan), kemampuan literasi finansial masyarakat Indonesia masih tergolong rendah di kawasan Asia tenggara jika dibandingkan dengan negara Malaysia dan Singapura.
Berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh World Bank pada 2015, Indonesia masuk ke peringkat 32 dari seluruh negara di dunia. Bila dibandingkan dengan Singapura, Indonesia jauh tertinggal.
Berdasarkan data hasil penelitian Master Card, Singapura merupakan negara yang menduduki urutan pertama dalam literasi finansial, sedangkan Indonesia tidak termasuk ke dalam urutan sepuluh pertama.
Indonesia termasuk negara yang mengalami inflasi cukup tinggi dari tahun ke tahun. Hal ini menyebabkan terjadinya ketidakstabilan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat, terutama masyarakat golongan kelas menengah ke bawah.
Laju inflasi yang cukup tinggi memberikan dampak yang signifikan, seperti turunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain, ketidakstabilan harga, dan kredit macet.
Hal tersebut mengakibatkan guncangan ekonomi yang berimbas kepada ketidakstabilan kondisi dan situasi politik Indonesia, seperti yang terjadi pada kasus krisis moneter pada 1997.
Di sisi lain, minimnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam literasi finansial mengakibatkan rendahnya pemanfaatan produk jasa perbankan dan nonperbankan sehingga masih banyak masyarakat yang terjebak dalam praktik pemanfaatan jasa keuangan ilegal serta perilaku yang instan sehingga terjebak pada skema investasi bodong berkedok penggandaan uang.
Selain itu, tingginya praktik korupsi dan suap di sejumlah lembaga dan korporat mencederai rasa keadilan masyarakat yang menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah sebagai pengelola negara.
Lebih lanjut, Indonesia yang merupakan negara terbesar ketiga di dunia berdasarkan jumlah populasi dan negara yang kaya akan sumber daya alam menjadi magnet yang memancarkan daya tarik luar biasa bagi banyak produsen internasional.
Namun, potensi tersebut tidak diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang setara. Minimnya pengetahuan tentang finansial membuat kita hanya bisa mengekspor komoditas sumber daya alam (SDA) dalam bentuk bahan mentah.
Ironisnya kita hanya menjadi konsumen saja tanpa bisa memanfaatkan kekayaan SDA secara optimal dan mandiri.
Dengan memanfaatkan SDA yang melimpah, Indonesia sebetulnya mempunyai potensi dan peluang untuk menjadi negara produsen dengan mengembangkan industri dan usaha kecil dan menengah terutama kewirausahaan untuk kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia.
Selain SDA yang berlimpah, Indonesia juga kaya akan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal mengenai nilai, konsep, dan praktik pengelolaan kehidupan, termasuk mengatur finansial.
Selain kearifan lokal, ajaran agama juga menekankan pada perlunya pendidikan dan pengelolaan finansial.
Di satu sisi, banyaknya muatan edukatif yang terdapat dalam kearifan lokal dan ajaran agama merupakan hal yang patut dibanggakan.
Namun, di sisi lain pemahaman dan penerapan nilai-nilai kearifan lokal dan ajaran agama sayangnya belum dijalankan secara serius dan intensif oleh masyarakat secara umum.
Hal ini terlihat dari pola pikir dan perilaku konsumtif yang cenderung kurang bijaksana dalam memprioritaskan antara kebutuhan primer, sekunder, dan tersier, bahkan kebutuhan tersier cenderung menjadi kebutuhan primer dan sekunder.
Jika dibiarkan, tentu saja dampak signifikan, yakni pemborosan dan kemiskinan akan berujung pada tingginya angka kejahatan dan destabilisasi bangsa.
Pentingnya Literasi Finansial
Melihat berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi dalam uraian subbab sebelumnya, literasi finansial merupakan solusi dan peluang untuk mengatasi kondisi ekonomi saat ini.
Selain itu, Forum Ekonomi Dunia (World Economy Forum) 2015 telah memberikan
gambaran tentang keterampilan abad ke-21 yang sebaiknya dimiliki oleh seluruh bangsa di dunia. Keterampilan tersebut meliputi literasi dasar, kompetensi, dan karakter.
Agar mampu bertahan pada era abad ke-21, masyarakat harus menguasai enam literasi dasar, salah satunya adalah literasi finansial.
Untuk mampu bersaing terutama dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), masyarakat Indonesia harus memiliki kompetensi yang meliputi berpikir kritis/ memecahkan masalah, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi.
Sementara itu, untuk memenangkan persaingan ekonomi, masyarakat harus memiliki karakter yang kuat yang meliputi iman dan takwa, rasa ingin tahu, inisiatif, kegigihan, kemampuan beradaptasi, kepemimpinan, serta kesadaran sosial dan budaya.
Secara umum literasi tidak lagi diartikan sebagai kegiatan baca tulis, tetapi memiliki makna yang lebih luas yang mencakup pemahaman yang baik terhadap berbagai aspek kehidupan.
UNESCO mengartikan literasi atau keaksaraan sebagai rangkaian kesatuan dari kemampuan menggunakan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung sesuai dengan konteks yang diperoleh dan dikembangkan melalui proses pembelajaran dan penerapan di sekolah, keluarga, masyarakat, dan situasi lainnya yang relevan untuk remaja dan orang dewasa.
Dalam 3 (tiga) dekade terakhir, pemahaman tentang cakupan literasi telah berkembang, yang meliputi:
Literasi sebagai suatu rangkaian kecakapan membaca, menulis, dan berbicara; kecakapan berhitung; dan kecakapan dalam mengakses dan menggunakan informasi;
Literasi sebagai praktik sosial yang penerapannya dipengaruhi oleh konteks;
Literasi sebagai proses pembelajaran dengan kegiatan membaca dan menulis menjadi medium untuk merenungkan, menyelidik, menanyakan, dan mengkritisi ilmu dan gagasan yang dipelajari;
Literasi sebagai teks yang bervariasi menurut subjek, genre, dan tingkat kompleksitas bahasa.
Dengan demikian, tampak bahwa literasi begitu penting. Literasi tidak lagi dipahami hanya sebagai transformasi individu semata, tetapi juga sebagai transformasi sosial.
Rendahnya tingkat literasi sangat berkorelasi dengan kemiskinan, baik dalam arti ekonomi maupun dalam arti yang lebih luas.
Literasi memperkuat kemampuan individu, keluarga, dan masyarakat untuk mengakses kesehatan, pendidikan, serta ekonomi dan politik.
Dalam konteks kekinian, literasi tidak lagi hanya sekadar kemampuan baca, tulis, dan berhitung, tetapi juga melek ilmu pengetahuan dan teknologi, keuangan, budaya dan kewargaan, kekritisan pikiran, dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar.
Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus menguasai literasi yang dibutuhkan untuk dijadikan bekal mencapai dan menjalani kehidupan yang berkualitas, baik masa kini maupun masa yang akan datang.
Lebih lanjut isu keuangan adalah salah satu isu mendasar bagi kehidupan individu dan masyarakat untuk mekanisme kelangsungan hidup.
Manusia terlahir sebagai makhluk sosial yang membutuhkan bantuan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup dan bertahan hidup (survive mechanism) sekaligus sebagai konsumen.
Pola hidup konsumtif yang tidak proporsional yang tidak sesuai dengan kemampuan pendapatan dan kondisi keuangan akan menyebabkan masalah keuangan.
Seorang individu membutuhkan pengetahuan dasar keuangan atau secara umum dikenal dengan istilah literasi keuangan atau literasi finansial.
Penutup
Literasi finansial merupakan kecakapan hidup abad XXI yang meningkatkan kualitas sumber daya manusia, peningkatan taraf hidup sehingga dapat dijadikan penentu kemajuan sebuah bangsa.
Strategi peningkatan kecakapan finansial perlu dilakukan secara berkelanjutan dan melibatkan seluruh warga sekolah, keluarga, dan semua komponen masyarakat.
Strategi ini perlu dirumuskan bersama dan disesuaikan dengan konteks kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat yang beragam.
Buku tentang literasi finansial ini diharapkan mampu berperan sebagai kerangka acuan bagi perumusan kegiatan literasi finansial yang beragam dan kontekstual.
Untuk mencapai pembaca sasaran dengan kondisi geografis, kebutuhan, dan minat yang beragam, materi pendukung ini juga dapat menjadi acuan bagi penyusunan materi sosialisasi turunan, seperti infografis, videografis, leaflet, dan panduan teknis lainnya.
Terimakasih.
Salam Literasi.
Post a Comment for "Buku tentang Literasi Finansial"
Post a Comment
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.