Widget HTML #1

Gerakan Literasi Sains

Gerakan-Literasi-Sains

Perubahan selalu terjadi di dunia dari zaman sebelum manusia ada sampai saat ini dan perubahan makin pesat akibat kehadiran manusia. Saat ini kita berada pada abad XXI saat dunia industri berkembang pesat akibat dari kemajuan sains dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Pesatnya perkembangan industri pada abad XXI ini juga menimbulkan banyak permasalahan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Contoh permasalahan yang terjadi adalah pemanasan global, pencemaran lingkungan, krisis energi, krisis ekonomi, dan berbagai konflik antargolongan.

Permasalahan tersebut terjadi akibat kurangnya kesadarpahaman akan sains. Manusia sering kali memanfaatkan sains dan teknologi dengan mengeksploitasi alam tanpa memahami akibatnya bagi lingkungan dan masa depan bumi. 

Contohnya, pemanfaatan bahanbahan kimia dan produk-produk teknologi dalam kehidupan sehari-hari tanpa diimbangi dengan pemahaman dampak-dampak pemakaiannya terhadap diri sendiri, keluarga, dan lingkungan.

Sains adalah upaya sistematis untuk menciptakan, membangun, dan mengorganisasikan pengetahuan untuk memahami alam semesta. Upaya ini berawal dari sifat dasar manusia yang penuh dengan rasa ingin tahu. 

Rasa ingin tahu ini kemudian ditindaklanjuti dengan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan yang paling sederhana, tetapi akurat dan konsisten untuk menjelaskan dan memprediksi manusia dan alam semesta. 

Penyelidikan ini dilakukan dengan mengintegrasikan kerja ilmiah dan keselamatan kerja yang meliputi kegiatan mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, mengumpulkan data, menganalisis, akhirnya menyimpulkan dan memberikan rekomendasi, serta melaporkan hasil percobaan secara lisan dan tulisan. 

Dengan kata lain, sains hadir untuk membentuk pola pikir, perilaku, dan membangun karakter manusia untuk peduli dan bertanggung jawab terhadap dirinya, masyarakat, dan alam semesta. 

Kehadiran sains yang membentuk perilaku dan karakter manusia untuk peduli dan bertanggung jawab terhadap dirinya, masyarakat, dan alam semesta inilah yang didefinisikan sebagai literasi sains.

Namun, hal utama perlu dipahami dalam literasi sains abad ini adalah bahwa penggunaan sains dan teknologi bukan hanya untuk memahami alam semesta. Literasi sains terdiri atas beberapa tingkatan.

Tingkat literasi sains yang terendah disebut literasi sains praktis atau fungsional yang merujuk pada kemampuan seseorang untuk dapat hidup sehari-hari, sebagai konsumen dari produk-produk sains dan teknologi. 

Ini dihubungkan dengan kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, kesehatan, dan perumahan. 

Literasi sains tingkat tinggi, seperti literasi kewargaan mengacu pada keterampilan seseorang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan menggunakannya secara bijak terkait isu politik, ekonomi, sosial, budaya, dan kenegaraan. 

Fakta hasil PISA 2015 menunjukkan rata-rata nilai sains negara OECD adalah 493, sedangkan Indonesia baru mencapai skor 403. Hal ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan dalam memperlakukan pendidikan sains. 

Dalam sistem pendidikan nasional, konsep dan pola pikir pendidikan sains sudah tersurat dan menggunakan pendekatan saintifik dan inkuiri. Namun, faktanya hal tersebut belum diterapkan di kelas-kelas pembelajaran.

Literasi sains dalam pembelajaran di Indonesia dipersepsikan hanya dalam pembelajaran IPA. 

Pembelajaran IPA pun sebagian besar terbatas pada buku ajar/teks. Hal ini disebabkan oleh adanya interpretasi sempit terkait dengan PP No. 13 Tahun 2015 Pasal I ayat 23 yang menjelaskan bahwa “buku teks pelajaran adalah sumber pembelajaran utama untuk mencapai kompetensi dasar dan kompetensi inti”. 

Sebagian besar memahami bahwa buku teks pelajaran menjadi satu-satunya bahan ajar sehingga pembelajaran IPA belum menerapkan pendekatan saintifik dan inkuiri. 

Jika dalam konteks pelajaran IPA saja literasi sains belum diterapkan secara tepat dan komprehensif, penerapannya dalam pembelajaran lain perlu dipertanyakan. 

Fakta ini membuat banyak orang Indonesia tidak terbiasa mencari beragam sumber.

Hasil data BPS menunjukkan bahwa Indonesia akan mendapatkan bonus demografi pada 2020 hingga 2030 dengan memiliki penduduk berusia produktif 15–60 tahun sebanyak 70% dari jumlah penduduknya. Bonus demografi ini menjadi sasaran pasar dunia.

Gerakan-Literasi-Sains
Grafik Demografi Indondesia (sumber: https://goo.gl/QkEEyn)

Bonus demografi ini akan menguntungkan jika penduduk usia produktif memiliki bekal literasi sains yang baik. 

Sebaliknya, bila penduduk ini tidak dibekali dengan literasi sains, bonus demografi ini akan menjadi beban dan bencana sosial.

Selanjutnya mengenai pentingnya sebuah literasi sains, definisi, dan gerakan literasi sains dapat dilihat pada buku di bawah ini.

Buku Literasi Sains

Terima Kasih.

Salam Literasi!

Post a Comment for "Gerakan Literasi Sains"