Widget HTML #1

Pentingnya Literasi Baca-Tulis

Pentingnya-Literasi-Baca-Tulis

Salah satu di antara enam literasi dasar yang perlu kita kuasai adalah literasi baca-tulis. Membaca dan menulis merupakan literasi yang dikenal paling awal dalam sejarah peradaban manusia. Keduanya tergolong literasi fungsional dan berguna besar dalam kehidupan sehari-hari. 

Dengan memiliki kemampuan baca-tulis, seseorang dapat menjalani hidupnya dengan kualitas yang lebih baik. Terlebih lagi di era yang semakin modern yang ditandai dengan persaingan yang ketat dan pergerakan yang cepat. Kompetensi individu sangat diperlukan agar dapat bertahan hidup dengan baik. 

Membaca merupakan kunci untuk mempelajari segala ilmu pengetahuan, termasuk informasi dan petunjuk sehari-hari yang berdampak besar bagi kehidupan. Ketika menerima resep obat, dibutuhkan kemampuan untuk memahami petunjuk pemakaian yang diberikan oleh dokter. Jika salah, tentu akibatnya bisa fatal. 

Kemampuan membaca yang baik tidak sekadar bisa lancar membaca, tetapi juga bisa memahami isi teks yang dibaca. Teks yang dibaca pun tidak hanya katakata, tetapi juga bisa berupa simbol, angka, atau grafik.

Membaca penuh pemahaman juga akan menumbuhkan empati. Untuk memahami isi bacaan, kita berusaha untuk membayangkan dan memosisikan diri pada situasi seperti yang ada di dalam teks bacaan. Dengan begitu, kita mengasah diri untuk berempati dengan kondisi-kondisi di luar diri yang tidak kita alami. 

Membaca juga akan mengembangkan minat kita pada hal-hal baru. Semakin beragam jenis bacaan yang dibaca, memungkinkan kita untuk mengenal sesuatu yang belum pernah kita ketahui. Hal ini tentu akan memperluas pandangan dan membuka lebih banyak pilihan baik dalam hidup.

Berkaitan erat dengan membaca, kemampuan menulis pun penting untuk dimiliki dan dikembangkan. 

Membaca dan menulis berkorelasi positif dengan kemampuan berbahasa dan penguasaan kosakata. Masukan kata-kata dan gagasan didapat melalui membaca, sedangkan keluarannya disalurkan melalui tulisan. 

Seseorang yang terbiasa membaca dan menulis bisa menemukan kata atau istilah yang tepat untuk mengungkapkan suatu hal. Kemampuan seperti inilah yang membuat komunikasi berjalan dengan baik.

Untuk dapat menyerap informasi dari bacaan atau meramu ide menjadi tulisan diperlukan fokus yang baik. Dengan begitu, membiasakan diri untuk melakukan aktivitas membaca dan menulis akan meningkatkan daya konsentrasi. Kinerja otak menjadi lebih maksimal. 

Di samping itu, imajinasi dan kreativitas pun akan tumbuh karena semakin banyak wawasan yang didapat dan semakin tajam cara berpikir yang terbentuk. Membaca dan menulis juga bisa dijadikan sarana hiburan yang dapat menurunkan tingkat stres.

Kualitas hidup dapat menjadi lebih baik dengan adanya kemampuan baca-tulis. Tanpa literasi baca-tulis yang baik, kehidupan kita akan terbatas, bahkan berhadapan dengan banyak kendala. 

Literasi baca-tulis perlu dikenalkan, ditanamkan, dan dibiasakan kepada masyarakat Indonesia, khususnya oleh para pemangku pendidikan.

Pengertian Literasi Baca-Tulis

Literasi baca-tulis bisa disebut sebagai moyang segala jenis literasi karena memiliki sejarah amat panjang. Literasi ini bahkan dapat dikatakan sebagai makna awal literasi, meskipun kemudian dari waktu ke waktu makna tersebut mengalami perubahan. 

Tidak mengherankan jika pengertian literasi baca-tulis mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pada mulanya literasi baca-tulis sering dipahami sebagai melek aksara, dalam arti tidak buta huruf. Kemudian melek aksara dipahami sebagai pemahaman atas informasi yang tertuang dalam media tulis. 

Tidak mengherankan jika kegiatan literasi baca-tulis selama ini identik dengan aktivitas membaca dan menulis. Lebih lanjut, literasi baca-tulis dipahami sebagai kemampuan berkomunikasi sosial di dalam masyarakat. Disinilah literasi baca-tulis sering dianggap sebagai kemahiran berwacana.

Dalam konteks inilah Deklarasi Praha pada 2003 mengartikan literasi baca-tulis juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi baca-tulis juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003). 

Deklarasi UNESCO tersebut juga menyebutkan bahwa literasi baca-tulis terkait pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi bermacam-macam persoalan. 

Kemampuan-kemampuan tersebut perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan hal tersebut merupakan bagian dari hak dasar manusia yang menyangkut pembelajaran sepanjang hayat. 

Sejalan dengan itu, Forum Ekonomi Dunia 2015 dan 2016 mengartikan literasi baca-tulis sebagai pengetahuan baca-tulis, kemampuan memahami baca-tulis, dan kemampuan menggunakan bahasa tulis. 

Senada dengan itu, dalam Peta Jalan Gerakan Literasi Nasional (GLN), literasi baca-tulis diartikan sebagai pengetahuan dan kemampuan membaca dan menulis, mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis, serta kemampuan menganalisis, menanggapi, dan menggunakan bahasa. 

Jadi, literasi baca-tulis adalah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari, menelusuri, mengolah dan memahami informasi untuk menganalisis, menanggapi, dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan pemahaman dan potensi, serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial. 

Di tengah banjir bandang informasi melalui pelbagai media, baik media massa cetak, audiovisual, maupun media sosial, kemampuan literasi baca-tulis tersebut sangat penting. Dengan kemampuan literasi baca-tulis yang memadai dan mantap, kita sebagai individu, masyarakat, dan/atau bangsa tidak mudah terombang-ambing oleh berbagai informasi yang beraneka ragam yang datang secara bertubi-tubi kepada kita. 

Di samping itu, dengan kemampuan literasi baca-tulis yang baik, kita bisa meraih kemajuan dan keberhasilan. Tidak mengherankan, UNESCO menyatakan bahwa kemampuan literasi baca-tulis merupakan titik pusat kemajuan. Vision Paper UNESCO (2004) menegaskan bahwa kemampuan literasi baca-tulis telah menjadi prasyarat partisipasi bagi pelbagai kegiatan sosial, kultural, politis, dan ekonomis pada zaman modern. 

Kemudian Global Monitoring Report Education for All (EFA) 2007: Literacy for All menyimpulkan bahwa kemampuan literasi baca-tulis berfungsi sangat mendasar bagi kehidupan modern karena–seperti diungkapkan oleh Koichiro Matsuura, Direktur Umum UNESCO–kemampuan literasi bacatulis adalah langkah pertama yang sangat berarti untuk membangun kehidupan yang lebih baik (2006).

Prinsip Dasar Pengembangan dan Implementasi Literasi Baca-Tulis

Dalam Gerakan Literasi Nasional, literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan berlandaskan pada lima prinsip dasar. Kelima prinsip dasar pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis yang dimaksud adalah keutuhan dan kemenyeluruhan (holistik), keterpaduan (terintegrasi), keberlanjutan (sustainabilitas), kontekstualitas, dan responsif kearifan lokal. Tiap-tiap prinsip dasar tersebut diuraikan secara ringkas sebagai berikut.

Prinsip Keutuhan dan Kemenyeluruhan (Holistik)

Literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan secara utuh-menyeluruh (holistik), tidak terpisah dari aspek terkait yang lain dan menjadi bagian elemen yang terkait dengan yang lain, baik internal maupun eksternal. 

Di sini pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis tidak terpisahkan dari literasi numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan. Pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat juga merupakan satu kesatuan dan keutuhan, harus saling mendukung dan memperkuat, tidak merintangi dan menghambat. 

Lebih lanjut, literasi bacatulis sebagai satu keutuhan literasi dasar perlu dikembangkan dan diimplementasikan secara serasi, serempak, dan sinkron dengan pengembangan kualitas karakter (dalam Gerakan PPK) dan kompetensi (dalam pelaksanaan Kurikulum 13) sebagai roh utama Kecakapan Abad XXI. Begitu juga pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis yang dilaksanakan oleh berbagai unit kerja di Kemendikbud dan lingkungan pemerintahan lain (kementerian dan LPNK) serta kelompok masyarakat merupakan satu keutuhan dan kesatuan untuk mencapai tujuan dan maksud GLN, tujuan pendidikan nasional, dan visi pemerintahan.

Prinsip Keterpaduan (Terintegrasi)

Literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan dengan memadukan (mengintegrasikan) secara sistemis, menghubungkan dan merangkaikan secara harmonis, dan melekatkan literasi baca-tulis secara sinergis dengan yang lain, baik dalam hal kebijakan, program, kegiatan, maupun pelaksana dan berbagai pihak yang mendukung; bukan sekadar tambahan, tempelan, dan sisipan dalam kebijakan, program, dan kegiatan pendidikan dan kebudayaan di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat. 

Dalam belajar dan pembelajaran di sekolah, misalnya, program dan kegiatan literasi baca-tulis perlu melekat secara sinergis dengan program dan kegiatan pembelajaran semua mata pelajaran; program dan kegiatan literasi baca-tulis di dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler perlu saling terhubung dan terangkai secara baik; dan guru mata pelajaran, pendamping kegiatan kokurikuler, dan pembina kegiatan ekstrakurikuler yang melaksanakan kegiatan literasi baca-tulis perlu saling melengkapi dan memperkaya. 

Demikian juga program dan kegiatan literasi baca-tulis di masyarakat harus bisa saling melengkapi dan memperkaya program dan kegiatan literasi baca-tulis di keluarga. Bahkan, kebijakan literasi bacatulis di Kemendikbud perlu terhubung dan tersatukan dengan kebijakan literasi baca-tulis di kementerian dan LPNK lainnya.

Prinsip Keberlanjutan (Sustainabilitas)

Literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan secara berkesinambungan, dinamis terus-menerus, dan berlanjut dari waktu ke waktu, tidak sekali jadi dan selesai dalam satuan waktu tertentu. Pengembangan dan pelaksanaan kebijakan literasi bacatulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat dilakukan secara berkesinambungan dan terus-menerus di samping partisipasi dan keterlibatan berbagai pihak terkait secara terus-menerus diperluas dan diperkuat dari waktu ke waktu. 

Perbaikan dan peningkatan program dan kegiatan literasi baca-tulis juga dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan berdasarkan praktik baik, hasil evaluasi program, peluang dan tantangan baru yang muncul, dan masalah-masalah pelaksanaan literasi baca-tulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat oleh berbagai pemangku kepentingan GLN, khususnya gerakan literasi baca-tulis.

Prinsip Kontekstualitas

Kebijakan, strategi, program, dan kegiatan literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan dengan mendasarkan dan mempertimbangkan konteks geografis, demografis, sosial, dan kultural yang ada di Indonesia. 

Oleh sebab itu, sekalipun terikat dengan kebijakan dan program pokok yang tercantum dalam Peta Jalan GLN, secara operasional pelaksanaan atau penerapan kebijakan, program, dan kegiatan literasi baca-tulis di Indonesia bisa beraneka ragam dan berbineka, tidak seragam dan sama.

Misalnya, program, jenis, dan bahan kegiatan literasi baca-tulis di daerah urban, satelit, perdesaan, dan perbatasan dapat berbeda sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing, sekalipun tidak boleh asal berbeda. Penyesuaian dan adaptasi sesuai dengan karakteristik daerah dimungkinkan dalam implementasi literasi baca-tulis. 

Di samping itu, karakteristik sosial dan kultural masyarakat juga diperhitungkan. Sebagai contoh, bentuk dan strategi kegiatan literasi baca-tulis di sekolah, keluarga, dan masyarakat dapat mendayagunakan dan memanfaatkan kekayaan sosial dan budaya setempat. Pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis yang peka konteks seperti ini niscaya akan memiliki keberterimaan dan tingkat keberhasilan yang lebih baik.

Prinsip Responsif Kearifan Lokal

Literasi baca-tulis tidak berada di ruang vakum sosial dan budaya serta tidak bisa dikembangkan dan diimplementasikan dengan mengabaikan, lebih-lebih meniadakan lokalitas sosial dan budaya. 

Agar gerakan literasi baca-tulis membumi dan berhasil tujuannya, pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis perlu responsif dan adaptif terhadap kearifan lokal; kearifan lokal nusantara yang demikian kaya dan beragam perlu didayagunakan dan dimanfaatkan secara optimal dalam perencanaan dan pelaksanaan literasi baca-tulis di sekolah, keluarga, dan masyarakat sehingga literasi baca-tulis juga mampu merawat, merevitalisasi, dan melestarikan serta meremajakan (rejuvinasi) kearifan lokal Indonesia. 

Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan kesigapan dan kecekatan para pemangku kepentingan literasi baca-tulis yang ada di berbagai lini GLN, baik di Kemendikbud dan dinas pendidikan dan/atau kebudayaan maupun di lingkungan kementerian dan LPNK lain.

Kesimpulan

Sebagai salah satu di antara tiga roh atau poros utama Kecakapan Abad XXI, literasi dasar perlu dibatinkan, dihayatkan, dimasyarakatkan, dan dibudayakan kepada seluruh individu, anggota masyarakat, dan warga bangsa Indonesia agar mereka menguasai dan memiliki kemampuan literasi dasar yang baik. 

Penguasaan dan tingkat literasi dasar yang baik tidak hanya menjadikan mereka mampu meraih kehidupan yang lebih baik, memainkan peran yang bermakna dalam kehidupan bersama, tetapi juga membuat mereka sanggup berpartisipasi dalam percaturan hidup bersama pada tataran lokal, nasional, regional, dan global sekaligus. 

Di sinilah perlu diwujudkan literasi bagi semua agar terbentuk masyarakat literasi dan budaya literasi di Indonesia. Untuk itu ditetapkan dan diimplementasikan kebijakan Gerakan Literasi Nasional (GLN) oleh Kemendikbud. 

GLN, diharapkan dapat mewujudkan individu, anggota masyarakat, dan warga bangsa yang literat, yaitu menguasai dan mempunyai tingkat literasi dasar dengan baik sehingga mereka dapat menjadi penopang kemajuan masyarakat dan bangsa Indonesia di samping kemajuan pendidikan dan kebudayaan nasional Indonesia khususnya.

Dalam GLN terdapat enam macam atau jenis literasi dasar yang menjadi fokus garapan, yaitu literasi baca-tulis, numerasi, sains, digital, finansial, dan budaya dan kewargaan. Di antara enam macam literasi dasar tersebut, keberadaan, kedudukan, fungsi, dan peran literasi baca-tulis sangat fundamental dan strategis. 

Dikatakan demikian karena literasi ini tidak hanya mendasari makna keseluruhan jenis literasi yang ada sekarang, tetapi juga menjadi sokoguru atau tiang pokok jenis-jenis literasi lainnya, menjiwai macam-macam literasi lainnya, dan melandasi penguasaan dan kemampuan literasi lainnya sehingga literasi baca-tulis menjadi serat atau unsur terdalam di segala jenis literasi. 

Hal tersebut menjadikan literasi baca-tulis sebagai penyangga utama terwujudnya masyarakat baca-tulis dan budaya baca-tulis. Konsekuensinya, semua individu, anggota masyarakat, dan warga bangsa Indonesia perlu menguasai literasi baca-tulis dengan baik agar mereka menjadi penyangga dan penjaga keberadaan dan kemajuan masyarakat baca tulis dan budaya baca-tulis. 

Oleh karena itu, dalam konteks GLN, literasi bacatulis ditanamkan, dibiasakan, dan dibudayakan di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat sehingga dilaksanakanlah gerakan literasi baca-tulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Post a Comment for "Pentingnya Literasi Baca-Tulis"