Widget HTML #1

Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran (Sebuah Kajian Akademik)

Kurikulum-untuk-Pemulihan-Pembelajaran-(Sebuah-Kajian-Akademik)

Kurikulum Merdeka dirancang sebagai bagian dari upaya Kemendikbudristek untuk mengatasi krisis belajar yang telah lama kita hadapi, dan menjadi semakin parah karena pandemi. 

Krisis ini ditandai oleh rendahnya hasil belajar peserta didik, bahkan dalam hal yang mendasar seperti literasi membaca. 

Krisis belajar juga ditandai oleh ketimpangan kualitas belajar yang lebar antar wilayah dan antar kelompok sosial-ekonomi.

Tentu, pemulihan sistem pendidikan dari krisis belajar tidak bisa diwujudkan melalui perubahan kurikulum saja. 

Diperlukan juga berbagai upaya penguatan kapasitas guru dan kepala sekolah, pendampingan bagi pemerintah daerah, penataan sistem evaluasi, serta infrastruktur dan pendanaan yang lebih adil. 

Namun kurikulum juga memiliki peran penting. Kurikulum berpengaruh besar pada apa yang diajarkan oleh guru, juga pada bagaimana materi tersebut diajarkan. 

Karena itu, kurikulum yang dirancang dengan baik akan mendorong dan memudahkan guru untuk mengajar dengan lebih baik.

Kajian akademik ini menjelaskan latar belakang, landasan empiris, dan kerangka konseptual yang digunakan dalam merumuskan kebijakan kurikulum dan merancang Kurikulum Merdeka. 

Kajian ini juga mencakup strategi implementasi kurikulum baru, sebuah isu yang sangat mempengaruhi keberhasilan dari setiap kebijakan pendidikan.

Selama dua tahun ke depan, Kurikulum Merdeka akan terus disempurnakan berdasarkan evaluasi dan umpan balik dari berbagai pihak. 

Sejalan dengan proses evaluasi tersebut, naskah ini juga akan mengalami revisi dan pembaruan secara berkala.

Latar Belakang

Peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan menjadi tantangan utama dalam pembangunan pendidikan di Indonesia. 

Untuk mengatasi tantangan ini, sejak 2009 Pemerintah telah memenuhi kewajiban anggaran pendidikan sebesar 20% APBN serta terus meningkatkan anggaran pendidikan dari Rp 332,4 T pada 2013, menjadi Rp 550 T pada 2021 (kemenkeu.go.id, 2021). 

Peningkatan anggaran tersebut telah berkontribusi positif pada perbaikan tingkat pendidikan dan kesejahteraan guru, penurunan ukuran kelas (rasio guru-siswa), serta perbaikan sarana dan prasarana di satuan pendidikan (Beatty et.al, 2021; Muttaqin, 2018).

Namun demikian, berbagai indikator hasil belajar siswa belum menampakkan hasil yang menggembirakan. Sebagaimana akan diulas lebih detail pada BAB II naskah ini, berbagai pengukuran hasil belajar siswa menunjukkan masih relatif rendahnya kualitas hasil belajar di Indonesia. 

Pun demikian, tidak terjadi peningkatan kualitas pembelajaran yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada konteks inilah pendidikan di Indonesia tengah mengalami krisis pembelajaran, yang apabila tidak segera ditangani akan menguatkan apa yang disampaikan Pritchett (2012) sebagai schooling ain’t learning: bersekolah namun tidak belajar

Krisis pembelajaran yang telah terjadi sekian lama tersebut, diperburuk dengan Pandemi Covid-19 yang seketika membawa perubahan pada wajah pendidikan di Indonesia.

Perubahan yang paling nyata tampak pada proses pembelajaran yang awalnya bertumpu pada metode tatap muka beralih menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ). 

Intensitas belajar mengajar juga mengalami penurunan yang signifikan, baik jumlah hari belajar dalam seminggu maupun rata-rata jumlah jam belajar dalam sehari. 

Selama PJJ, umumnya siswa belajar 2-4 hari dalam seminggu terutama siswa pada tingkat SMP, SMA, dan SMK (Puslitjak, 2020). 

Di DKI Jakarta, rata-rata waktu yang digunakan untuk pembelajaran jarak jauh hanya 3.5 jam/ hari, sementara di luar Jawa lebih pendek lagi yaitu hanya 2,2 jam/ hari (UNICEF, 2020). 

Keterbatasan akses internet, perangkat digital serta kapasitas baik guru, orang tua,maupun siswa dipandang menjadi tantangan terbesar dalam menyelenggarakan PJJ (Afriansyah, 2020; UNICEF, 2020).

Di tengah keterbatasan yang ada, berbagai strategi dilakukan sekolah untuk menyelenggarakan PJJ. Pratiwi dan Utama (2020) mengidentifikasi setidaknya enam strategi yang dilakukan sekolah. 

Pertama, di wilayah dengan akses internet dan perangkat digital memadai, serta didukung oleh guru dan siswa yang melek digital pembelajaran dapat berjalan relatif baik dengan kelas di ruang maya (interactive virtual classroom) dan mengoptimalkan aplikasi belajar daring. 

Kedua, di sekolah-sekolah dengan akses internet dan perangkat digital yang memadai namun tidak didukung dengan keterampilan digital guru/ siswa, PJJ dilakukan secara terbatas dimana penugasan dan pembimbingan oleh guru umumnya dilakukan melalui aplikasi media sosial WhatsApp. 

Ketiga, beberapa sekolah dengan akses internet terbatas melaksanakan proses belajar dalam kelompok-kelompok kecil rumah guru atau siswa.

Keempat, beberapa sekolah yang juga tanpa jaringan internet memanfaatkan radio lokal/ radio amatir untuk menyebarkan penugasan.

Kelima, terdapat sekolah yang menggunakan pesan berantai (“mouth to mouth” massage) untuk menyampaikan tugas ke siswa. 

Terakhir, beberapa sekolah bahkan terpaksa harus meliburkan siswanya.

Dampak lain adalah menguatnya kesenjangan pembelajaran (learning gap) selama pembelajaran jarak jauh. 

Di Indonesia, kesenjangan pendidikan terjadi jauh sebelum pandemi (Muttaqin, 2018) dan semakin menguat ketika pandemi. 

Indikasi penguatan kesenjangan pembelajaran sebenarnya telah tampak dari pola keberagaman proses pembelajaran selama pandemi. 

Survei Kemendikbud (2020) memperlihatkan adanya kesenjangan dalam penggunaan platform pembelajaran antara sekolah di daerah 3T dan kawasan non-3T. 

Hasil serupa juga ditunjukkan dari studi The SMERU Research Institute-The RISE Programme in Indonesia (2020) yang memperlihatkan adanya kesenjangan penggunaan aplikasi digital dalam pembelajaran antara daerah perkotaan dan pedesaan terutama di luar Pulau Jawa. 

Tujuan

Uraian singkat di atas meletakkan dasar pemikiran tentang pentingnya intervensi kurikulum dalam upaya pemulihan pembelajaran di Indonesia.

Dalam konteks ini, kajian akademik ini bertujuan untuk:

  1. Membangun argumentasi rasional intervensi kurikulum dalam upaya mengatasi krisis pembelajaran di Indonesia.

  2. Menyusun alternatif kurikulum yang berorientasi pada peningkatan kualitas proses pembelajaran dan mengoptimalkan hasil belajar namun tetap mempertimbangkan keragaman karakteristik satuan pendidikan.

  3. Menyusun strategi pemilihan alternatif kurikulum bagi satuan pendidikan. 

Landasan Pengembangan dan Pelaksanaan Kurikulum

Pengembangan Kurikulum dan pelaksanaan kurikulum didasarkan pada butir-butir kebijakan nasional dalam bidang pendidikan yang terdapat dalam dokumen sebagai berikut:

Perubahan Struktur Kurikulum Menurut Jenjang dan Jenis Pendidikan

Pembukaan UUD RI Tahun 1945 pada alinea keempat tercantum tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 UUD NRI Tahun 1945. 

Selain itu, Pemerintah juga memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia sebagaimana diamanatkan Pasal 31 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dari tahun ke tahun, maka Pemerintah harus selalu
mengupdate sistem pendidikan nasional khususnya melalui penyesuaian kurikulum sebagai “jantung” pendidikan yang senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu sebagaimana termaktub dalam Ketentuan Umum UU No. 20 Tahun 2003

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003.

Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003.

Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah dan dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/ madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/ kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 38 UU No. 20 Tahun 2003.

Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan PP No. 4 Tahun 2022.

Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan untuk meningkatkan mutu Pendidikan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sesuai dengan Pasal 3 ayat (3) PP No. 57 Tahun 21. 

Dengan demikian, kurikulum yang berlaku dapat disesuaikan seiring dengan perubahan standar nasional pendidikan yang merupakan acuan dalam pengembangan kurikulum. 

Standar Nasional Pendidikan yang menjadi acuan dalam pengembangan meliputi standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses; dan standar penilaian Pendidikan.

Kurikulum disusun sesuai dengan Jenjang Pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan iman dan takwa, nilai Pancasila, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat Peserta Didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan Pancasila, pendidikan kewarganegaraan, Bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/ kejuruan; dan muatan lokal. 

Muatan pelajaran dapat dituangkan secara terpisah atau terintegrasi dalam bentuk mata pelajaran/ mata kuliah. Modul, blok, atau tematik.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 menjadi landasan bagi perumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali.

RPJMN menjadi pedoman bagi kementerian/ lembaga dalam menyusun Rencana Strategis kementerian dan lembaga (Renstra-K/L) dan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menyusun dan menyesuaikan rencana pembangunan daerahnya masingmasing dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional.

Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020 – 2025 (Perpres No 18 Tahun 2020)

Substansi Inti Program Aksi Bidang Pendidikan RPJMN Tahun 2020 – 2024, diantaranya:

  1. Meningkatkan pemerataan layanan pendidikan berkualitas, melalui Peningkatan kualitas pengajaran dan pembelajaran, mencakup:

    1. Penerapan kurikulum dengan memberikan penguatan pengajaran berfokus pada kemampuan matematika, literasi dan sains di semua jenjang;

    2. Penguatan pendidikan literasi kelas awal dan literasi baru (literasi digital, data, dan sosial) dengan strategi pengajaran efektif dan tepat;

    3. Peningkatan kompetensi dan profesionalisme pendidik;

    4. Penguatan kualitas penilaian hasil belajar siswa, terutama melalui penguatan peran pendidik dalam penilaian pembelajaran di kelas, serta peningkatan pemanfaatan hasil penilaian sebagai bagian dalam perbaikan proses pembelajaran;

    5. Peningkatan pemanfaatan TIK dalam pembelajaran, terutama dalam mensinergikan model pembelajaran jarak jauh (distance learning), dan sistem pembelajaran daring (online);

    6. Integrasi soft skill (keterampilan nonteknis) dalam pembelajaran,

    7. Peningkatan kualitas pendidikan karakter, agama dan kewargaan;

    8. Peningkatan kualitas pendidikan keagamaan, termasuk kualitas pendidikan.

  2. Meningkatkan produktivitas dan daya saing, melalui Pendidikan dan pelatihan vokasi berbasis kerjasama industri, mencakup:

    1. Peningkatan peran dan kerja sama industri/ swasta dalam pendidikan dan pelatihan vokasi, meliputi pengembangan sistem insentif/ regulasi untuk mendorong peran industri/ swasta dalam pendidikan dan pelatihan vokasi; peningkatan peran daerah dalam koordinasi intensif dengan industri/ swasta untuk pengembangan pendidikan dan pelatihan vokasi di wilayahnya; dan pemetaan kebutuhan keahlian termasuk penguatan informasi pasar kerja;

    2. Reformasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan vokasi, meliputi penguatan pembelajaran inovatif dengan penyelarasan program studi/ bidang keahlian mendukung pengembangan sektor unggulan dan kebutuhan industri/ swasta; penyelarasan kurikulum dan pola pembelajaran sesuai kebutuhan industri; penguatan pembelajaran untuk penguasaan karakter kerja, soft skills dan bahasa asing; penguatan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan vokasi sistem ganda (dual TVET system) yang menekankan pada penguasaan keterampilan berbasis praktik dan magang di industri; perluasan penerapan teaching factory/ teaching industry berkualitas sebagai salah satu sistem pembelajaran standar industri; revitalisasi dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana pembelajaran dan praktek kerja pendidikan dan pelatihan vokasi sesuai standar; peningkatan kerja sama pemanfaatan fasilitas praktik kerja di industri, termasuk unit produksi/ teaching factory/ teaching industry; penguatan pelatihankecakapan kerja dan kewirausahaan di sekolah, madrasah, dan pesantren; peningkatan fasilitasi dan kualitas pemagangan; dan penyusunan strategi penempatan lulusan; 

Seluruh substansi inti program aksi bidang pendidikan itu harus dilakukan dan diwujudkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Rencana Strategis Tahun 2020-2024.  

Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024 (Permendikbud No. 22 Tahun 2020)

Arah kebijakan dan strategi pendidikan dan kebudayaan pada kurun waktu 2020-2024 dalam rangka mendukung pencapaian 9 (sembilan) Agenda Prioritas Pembangunan (Nawacita Kedua) dan tujuan Kemendikbud melalui Kebijakan Merdeka Belajar yang bercita-cita menghadirkan pendidikan bermutu tinggi bagi semua rakyat Indonesia, yang dicirikan oleh angka partisipasi yang tinggi di seluruh jenjang pendidikan, hasil pembelajaran berkualitas, dan mutu pendidikan
yang merata baik secara geografis maupun status sosial ekonomi. 

Selain itu, fokus pembangunan pendidikan dan pemajuan kebudayaan diarahkan pada pemantapan budaya dan karakter bangsa melalui perbaikan pada kebijakan, prosedur, dan pendanaan pendidikan serta pengembangan kesadaran akan pentingnya pelestarian nilai-nilai luhur budaya bangsa dan penyerapan nilai baru dari kebudayaan global secara positif dan produktif.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendukung Visi dan Misi Presiden untuk
mewujudkan Indonesia Maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebinekaan global.

Kurikulum yang berlaku di Indonesia sering dipandang kaku dan terfokus pada konten.

Tidak banyak kesempatan tersedia untuk betul-betul memahami materi dan berefleksi terhadap pembelajaran. 

Isi kurikulum juga dianggap terlalu teoritis, sulit bagi guru untuk menerjemahkannya secara praktis dan operasional dalam materi pembelajaran dan aktivitas kelas. 

Salah satu perubahan yang diusung dalam kebijakan Merdeka Belajar adalah terjadi pada kategori kurikulum. 

Dalam hal pedagogi, Kebijakan Merdeka Belajar akan meninggalkan pendekatan standarisasi menuju pendekatan heterogen yang lebih paripurna memampukan guru dan murid menjelajahi khasanah pengetahuan yang terus berkembang.

Murid adalah pemimpin pembelajaran dalam arti merekalah yang membuat kegiatan belajar mengajar bermakna, sehingga pembelajaran akan disesuaikan dengan tingkatan kemampuan siswa dan didukung dengan berbagai teknologi yang memberikan pendekatan personal bagi kemajuan pembelajaran tiap siswa, tanpa mengabaikan pentingnya aspek sosialisasi dan bekerja dalam kelompok untuk memupuk solidaritas sosial dan keterampilan lunak (soft skills). 

Dengan menekankan sentralitas pembelajaran siswa, kurikulum yang terbentuk oleh Kebijakan Merdeka Belajar akan berkarakteristik fleksibel, berdasarkan kompetensi, berfokus pada pengembangan karakter dan keterampilan lunak, dan akomodatif terhadap kebutuhan DU/DI.

Sesuai dengan arah kebijakan dan penugasan secara khusus, selanjutnya Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan menjabarkan aspek yang berkenaan dengan pengembangan dan pelaksanaan kurikulum dengan memperhatikan ketercapaian kompetensi peserta didik pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus yang menyebabkan belum mampu mengatasi ketertinggalan pembelajaran (learning loss) sehingga kepmendikbud nomor 719 tahun 2020 perlu disempurnakan.

Terima Kasih.

Salam Literasi! 

Post a Comment for "Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran (Sebuah Kajian Akademik)"